Kamis, 28 Februari 2013

NU, Islam dan Demokrasi





Oleh: KH. Abdurrahman Wahid
Kembali ke Cita-cita Pendiri Bangsa
Peter Mansfield dalam bukunya History of The Middle East, menceritakan bagaimana responsi berbagai bangsa muslim di Timur-Tengah terhadap negara sekuler. Ada yang menerima negara tersebut setengah hati, ada pula sepenuhnya. Ini seperti juga di Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 mengeluarkan Piagam Jakarta dari Undang-Undang Dasar NKRI. Namun demikian masih ada ada yang menerima pemisahan negara dari agama (dalam hal ini Islam) setengah hati, dan ada pula yang menerimanya secara bersungguh-sungguh. Yang menerima setengah hati, dan kemudian hari menjadi partai Islam seperti PPP dan PBB. Sedangkan yang menerima gagasan tersebut sepenuh hati adalah PKB dan PAN, walaupun di dalam kedua partai itu juga masih ada yang berpendapat perlunya negara Islam. Tetapi secara resmi keduanya bukanlah partai Islam, dan ini tidak berati kaum muslimin di dalamnya meninggalkan syariah Islam. Kedua-duanya masih menganggap/menerima peranan syariah dalam menentukan orientasi kedepan. Dengan demikian, syariah masih berlaku, walaupun tidak diundangkan dalam produk-produk negara.
Untuk PAN kita tidak jelas apa sebab pimpinannya tidak mengatakan partainya bukanlah Partai Islam. Tetapi bagi PKB, hal itu berdasar kepada keputusan Muktamar NU tahun 1935 di Banjarmasin. Saat itu diajukan pertanyaan, soal wajib tidaknya bagi kaum muslimin mempertahankan secara fisik kawasan Hindia-Belanda—demikian waktu itu Indonesia disebut. Muktamar tersebut menjawab bahwa hukumnya wajib. Keputusan itu mengikuti sebuah literatur terkenal dari masa lampau, Bughyah Al-Mustarysidin, bahwa setiap kawasan di mana dahulunya ada kerajaan Islam harus dipertahankan (secara fisik) karena penduduknya dianggap muslimin (dan memang demikian halnya di negeri kita). Di samping itu, negeri ini (dulu sampai sekarang hingga mungkin seterusnya) kaum muslimin menjalankan ajaran-ajaran agama mereka tanpa diatur oleh pemerintah.
Karena itulah kaum muslimin di negeri ini tidak memerlukan sebuah negara Islam, sebab Republik Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 sudah cukup bagi kaum muslimin di negeri ini. Atas dasar itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada pertengahan 1945 sudah  menetapkan Republik Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat penuh dengan wilayah-wilayah yang jelas. Ini diterima oleh NU sepenuh hati, hingga pada tanggal 22 Oktober 1945 mengeluarkan Resolusi Jihad. Resolusi itu berbunyi mempertahankan RI yang sekuler itu, dari serangan luar negeri (dalam hal ini tentara Sekutu dan dengan sendirinya pihak Belanda) adalah sebuah kewajiban agama, karena hal itu berarti jihad dijalan Allah SWT. Mempertahankan sebuah negara sekuler sebagai sebuah kewajiban agama, adalah sesuatu yang menunjukan bahwa pemisahan agama dari negara sudah bersifat final bagi NU.
Pandangan NU itu lebih diperkuat oleh Muktamar NU di Asembagus, Situbondo pada akhir tahun 1984, yang menyatakan untuk selanjutnya NU berasaskan Pancasila. Jika landasan semua kegiatan NU yang bersifat formal adalah pancasila dan bukanya Islam, maka lagi-lagi seperti ada penegasan, bahwa syariah Islam harus ditegakan oleh masyarakat sebagai akhlak/moral pribadi, bukanya melalui produk-produk negara, seperti undang-undang dan berbagai peraturan daerah. Hal itu juga penulis terapkan ketika menjadi Presiden. Ketika ada pertanyaan bagaimana dengan undang-undang dan peraturan-peraturan daerah yang disebut sebagai “syariahtisasi hukum Nasional”, dijawab oleh keputusan sidang kabinet sebualan sebelum penulis lengser dari Kepresidenan, bahwa segala macam undang-undang dan peraturan-peraturan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dinyatakan batal. Dan yang harus yang menyatakan hal itu haruslah Mahkamah Agung.
Dalam abad ke 21 ini, soal hubungan antara negara dan agama akan semakin hebat dikalangan negeri-negeri muslim. Namun kerajaan Saudi Arabia, yang oleh banyak kalangan disebut sebagai negaranya “kaum Wahabi”, mendiamkan hal ini sejak tahun 1924. Karena itu setiap pihak dapat mengambil penafsirannya sendiri, termasuk pihak A.S yang melalui perusahaan minyak Aramco yang melakukan penggalian minyak di kawasan itu. Sedangkan para Rajanya secara brturut-turut mengambil langkah dan kebijaksanaan berganti-ganti. Ada Raja yang mendorong sekularisasi, ada yang menentangnya. Karena itu para pejabat tingginya juga terpecah dua dalam sikap, seperti mendiang Ahmad bin Abdul Aziz bin Baz yang menentang sekularisasi habis-habisan dengan mengharamkan rokok.
Sebaliknya kaum Nasionalis dikebanyakan di negara Arab menentang negara agama, karena dahulu nasionalisme di negara-negara itu lahir dari penentangan terhadap penjajahan Dinasti Ustmaniyah (Ottoman Empire) dari Turki, dengan para Rajanya yang bergelar Khalifah dan Sultan. Jadi perjuangan kemerdekaan dari penjajahan Turki, mempunyai identitas yang sama dengan penentangan terhadap Islam. Namun dijaman modern ini muncul gerakan bawah tanah (underground movements) seperti Ikhwanul Muslimin dan Fis (Front Islamic Salvation) di Tunisia dan Aljazair serta PAS (Partai Islam se-Malaysia) masih mencita-citakan negara Islam. Sementara itu, baik MNLF (Moro National Liberation Front) maupun MILF (Moro Islamic Liberation Front) di Mindanao, Filipina Selatan juga memiliki pikiran seperti itu, yaitu penyatuan antara ajaran agama dan produk-produk negara.
Jadi jelaslah, akan muncul dua sikap sebagai responsi/tanggapan. Di satu pihak akan semakin kuat tuntutan akan negara yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam dikemudian hari. Namun ada pula yang bertahan pada pendirian negara harus tetap sekuler. Dalam artian pemisahan antara agama dan negara. Dan masalah mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bersama kaum muslimin, adalah urusan gerakan-gerakan agama di luar tugas pemerintahan. Hal-hal yang menyimpang dari prinsip ini, haruslah dilawan secara terbuka sehingga semua pihak yakin akan kesungguhan hati pihak “sekuler” ini.
NU secara jelas telah menggariskan sikap pandangan ini. Karenanya NU akan selalu menentang gagasan negara Islam untuk Indonesia. menurut cerita keluarga yang tidak dapat dibuktikan secara tertulis. Pada tahun 1943, ayahanda penulis Alm. KH. A Wahid Hasyim, ditemui oleh Laksamana Maeda dari pemerintahan pendudukan Jepang. Ia bertanya, siapa yang akan mewakili bangsa Indonesia dalam negosiasi kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan pendudukan Jepang? Dua hari kemudian Wahid Hasyim menyampaikan jawaban ayah beliau, Alm. KH. M Hasyim As’yari dari Tebu Ireng Jombang, bahwa Seoekarno-lah yang paling layak menjadi wakil bangsa Indonesia. Dari hal ini jelaslah, beliau lebih memikirkan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan yaitu NU.
Nah, sekarang NU lebih memperkuat argumentasinya mempertahankan konsep sekularisme agama dari negara itu. Yaitu bahwa NU akan mengembangkan demokratisasi bangsa dan negara di masa yang akan datang. Dan nilai-nilai Islam yang sangat demokratis, harus menjadi motor bagi upaya demokratisasi Indonesia. Sedangkan nilai-nilai yang tidak emansipatif, seperti wanita lebih rendah kedudukan hukumnya daripada pria, haruslah diganti. Ini sesuai dengan keputusan Menteri Agama Alm.KH. Wahid Hasyim, bahwa murid perempuan dapat diterima di SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama), yang kemudian menjadi Fakultas Syariah di IAIN/UIN di seluruh Indonesia. Ini mudah dikatakan namun sulit dilakukan, bukan?

Sabtu, 16 Februari 2013


Demokrasi Hakulyakin Indonesia





Judul buku : Demokrasi La Roiba Fih
Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : Kompas, Jakarta
Tahun : I, Juli 2009
Tebal : 282 halaman
Demokrasi adalah harga mati untuk negeri ini. Bahkan, kalau perlu kematian dipersembahkan demi kehidupan demokrasi. Demokrasi La Roiba Fih, demikian judul buku kumpulan tulisan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) ini. Demokrasi sudah tidak perlu diragukan lagi untuk membawa bangsa ini menjadi makmur dan sejah¬tera, siapa pun pemimpinnya, siapa pun para pejabatnya. De¬mokrasi adalah hakulyakin.
Hanya sebagian kecil orang di negeri ini yang tidak percaya mantra dan keajaiban demo¬kra¬si. Hanya segelintir orang yang pesimistis dengan demo¬krasi. Hanya minimal suara-suara yang ingin mengganti demokrasi dengan paham lain. Hanya minoritas orang-orang yang merasa demokrasi sebagai biang keladi dari masalah bangsa. Hanya secuil orang yang mengambinghitamkan demokrasi sebagai penyebab keterpurukan dan perjalanan bangsa yang masih di tempat.
Demokrasi tidak pernah disalahkan ketika korupsi di negeri ini merajalela, menggurita, dan membudaya. Demokrasi tidak pernah disalahkan ketika para pemimpin dan pejabat lebih mementingkan diri sendiri dan kelompoknya serta menelantarkan rakyat banyak. Demokrasi tidak pernah disalahkan ketika skandal menyangkut dirampoknya uang rakyat sudah begitu terang di depan mata. Demokrasi tidak pernah disalahkan ketika energi habis hanya untuk urusan politik daripada pembangunan negeri.
Inilah hebatnya demokrasi. Demokrasi begitu sakral, sesakral kitab suci wahyu Tuhan. Demokrasi menjadi mukjizat terhebat yang ditemukan sepanjang peradaban manusia. Manusia boleh mati, tapi demokrasi tidak boleh mati. Demokrasi harus terus hidup. Karena ketika demokrasi mati, kiamatlah yang terjadi. Demokrasi adalah surga bagi umat manusia. Demokrasi memberikan nyawa pada manusia yang membuatnya merasa sebagai manusia yang dihargai dan dihormati, bukan manusia ala zombi: raga bergerak tanpa nyawa, hanya haus darah.
Hukumnya Wajib
Membela demokrasi hukumnya wajib bagi setiap individu. Haram hukumnya menolak demokrasi. Tidak ada satu pun teks kitab suci yang mengharamkan demokrasi, karena demokrasi memang fitrah manusia. Manusia harus hidup dalam alam demokrasi. Sejatinya, manusia dan demokrasi memang satu kesatuan, seperti dua sisi koin. Manusia tidak bisa hidup tanpa demokrasi. Dengan demikian, demokrasi memang adalah sesuatu yang melekat dalam diri manusia, bahkan sejak manusia belum berada di alam dunia.
Demokrasi tidak pernah salah, dan tidak akan pernah salah. Demokrasi selalu benar. Yang salah adalah manusia yang mengusung demokrasi. Demokrasi tidak punya celah untuk disalahkan. Orang boleh saja meragukan yang lainnya, tapi orang tidak boleh meragukan demokrasi. Meragukan demokrasi sama halnya dengan meragukan diri sendiri, meragukan kemanusiaannya sendiri. Demokrasi adalah kebenaran sejati, yang lainnya hanyalah kebenaran semu yang bisa diganti-ganti. Demokrasi tidak bisa dan tidak boleh diganti-ganti.
Manusia tidak bisa hidup di alam selain demokrasi. De¬mokrasi adalah habitat manusia. Keluar dari demokrasi sama seperti keluarnya ikan dari air: mati. Mereka yang menginginkan digantinya demokrasi dengan paham lain di negeri ini tidak menyadari betapa berbahayanya apa yang mereka inginkan. Tidak ada alternatif lain untuk negeri ini selain demokrasi. Demokrasi memang segala-galanya untuk negeri ini. Mayoritas orang ¬sepakat dengan demokrasi. Demokrasi menjamin kehidup¬an berjalan normal, stabilitas terjaga, dan manusia bisa mengekspresikan apa yang ingin ia ekspresikan. Watak demokrasi memang tidak pernah menolak, menyingkirkan, atau membuang. Demokrasi selalu mempersilakan.
Buku ini adalah kumpulan artikel yang ditulis oleh Cak Nun dalam berbagai kesempatan. Cak Nun cinta demo¬krasi di negeri ini yang saat ini banyak membuahkan hal-hal positif. Cak Nun bukan tipe orang yang suka mencela individu atau institusi tertentu secara blak-blakan. Cak Nun lebih memilih membesarkan, tidak mengerdilkan, mengecilkan. Cak Nun bukan berarti tidak kritis, justru kritisnya ada pada upayanya membesarkan ini. Sentilan-sentilannya sangat tajam, tapi diung¬kap dengan gaya seorang bu¬da¬yawan luar biasa yang memberikan ketenangan batin, men-cerahkan hati, dan pikiran kita.

Senin, 11 Februari 2013

Kekayaan, Kesuksesan, dan Kasih Sayang


Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata: "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut". Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?" Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar". "Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu kembali", kata pria itu.
Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini". Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
"Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama", kata pria itu hampir bersamaan. "Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran. Salah seseorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, dan "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-sayang. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu."
Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. "Ohho...menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan."
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "Sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita."
Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang."
Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita." Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."
Si Kasih-sayang bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho..ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan. "Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga? Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun Kasih-sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta.
Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."

Rabu, 06 Februari 2013


Memanfaatkan Persamaan Dalam Tata Kehidupan Manusia


Salah satu faktor yang sangat penting dalam melaksanakan pembangunan di negara kita ini adalah terwujudnya masyarakat yang mempunyai kerukunan beragama. Adanya beberapa agama yang dianut oleh oleh masyarakat dewasa ini seringkali menimbulkan pertentangan dan benturan yang tidak pernah padam. Pertentangan dan benturan yang terjadi biasanya disebabkan adanya perbedaan dan kelainan syari’at atau tuntunan yang ada menurut agamanya masing masing. Ada kalanya hal tersebut hanya disebabkan oleh beberapa hal diluar tuntunan syari’at itu sendiri, akan tetapi pada prinsip ajaran agama itu sendiri sebenarnya bukanlah merupakan suatu persoalan yang prinsip. Pertentangan dan benturan itu ini telah ada sejak dulu kala dan secara berkesinambungan akan terus berlangsung dalam waktu yang tidak bisa dipastikan.
Kalau dibicarakan masalah perbedaan didalam syari’at atau tuntunan agama yang menyebabkan adanya pertentangan dan benturan tersebut, maka akan diperoleh suatu alternative yang mengatakan bahwa tidak mungkin tercapai adanya kerukunan beragama. Sedangkan kalau kerukunan kehidupan beragama tidak dapat terwujud atau hanya merupakan suatu idealisme belaka, hal ini akan menyebabkan mudahnya pihak pihak yang tidak bertanggung jawab melancarkan aksinya untuk memecah belahkan agama yang ada. Bilamana suasana tersebut terus berlangsung, pihak pihak yang tidak bertanggung jawab itu akan dengan mudah mengatakan bahwa agama ternyata tidak dapat menciptakan masyarakat yang tenteram dan bahagia, akan tetapi agama yang ada selalu membawa masyarakat kearah yang negatif. Lebih tragis lagi kalau dikatakan bahwa agama yang ada merupakan penyebab adanya keresahan dan kekacauan didalam kehidupan masyarakat. Jikalau hal ini terjadi, maka akan menimbulkan beberapa pendapat masyarakat terhadap kehidupan beragama yang negatif, misalnya:
  1. Agama ternyata tidak dapat membawa kehidupan masyarakat yang tenteram dan bahagia dunia akhirat;
  2. Agama yang ada mungkin sudah tidak cocok dengan kondisi masyarakat, sehingga perlu dicari agama baru yang cocok;
  3. Tidak perlu adanya agama didalam kehidupan masyarakat, karena untuk mencapai kebahagiaan hidup tergantung pada pribadi atau kelompok masyarakat itu sendiri.
Bila kenyataan ini harus ditelan, maka dapat dipastikan akan timbulnya ajaran ajaran untuk mencapai kebahagiaan hidup yang non agama atau mungkin akan muncul faham komunis dalam bentuk baru didalam kehidupan masyarakat.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal seperti itu, diperlukan suatu penelaan dan pengkajian kembali terhadap ajaran ajaran yang ada dengan mengesampingkan hal hal diluar prinsip agama itu sendiri. Kembali kepada ajaran agama secara murni dengan dedikasi yang tinggi disertai adanya rasa harga menghargai antara sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Secara garis besar, pada prinsipnya ajaran agama dapat dibagi dalam 2 hal pokok yaitu:
1. Hubungan manusia dengan Tuhan
Dalam hal ini menyangkut aktivitas kehidupan manusia didalam menyembah Tuhannya. Aktivitas ini merupakan pokok ajaran utama agama yang ada, namun pertanggung jawabannya adalah secara individu, artinya dalam aktivitas ini manusia bertanggung secara pribadi kepada Tuhannya.
Sebagai contoh adalah:
- Aktivitas penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Aktivitas yang berhubungan dengan pemantapan mental spiritual agama, misalnya puasa dan sebagainya.
2. Hubungan manusia dengan manusia
Dalam hal ini menyangkut aktifitas kehidupan manusia didalam kehidupan masyarakat menurut ajaran agama. Aktivitas ini merupakan pokok ajaran yang kedua dan masih mempunyai hubungan yang erat dengan pokok ajaran yang utama diatas, demikian pula mengenai pertanggungjawabannya.
Sebagai contoh diatas:
- Aktivitas manusia didalam kehidupan manusia itu sendiri misalnya perkawinan, perceraian, masalah warisan, hal makanan dan sebagainya.
- Aktivitas manusia didalam kehidupan dengan masyarakat sekelilingnya misalnya penanggulangan anak yatim, masalah kemiskinan, masalah pendidikan, masalah kesehatan dan sebagainya.
- Aktivitas manusia yang berhubungan dengan lingkungan hidup misalnya pemeliharaan hutan, pemeliharaan hewan, pemeliharaan lingkungan lainnya yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan manusia itu sendiri secara pribadi maupun berkelompok (masyarakat).
Dari uaraian mengenai kedua prinsip tersebut, maka bila diteliti secara mendalam ternyata perbedaan prinsip yang menyolok terdapat pada prinsip yang pertama yaitu mengenai hubungan manusia dengan Tuhan. Sedang mengenai prinsip kedua akan ditemui banyak persamaannya, kalau pun ada perbedaannya tidaklah sekeras yang terjadi pada prinsip yang utama.
Dengan uraian tersebut diatas, marilah mengkaji kembali kitab suci agama masing-masing, kemudian barulah menentukan langkah selanjutnya. Mengenai adanya perbedaan yang ada hendaklah dimasukkan kedalam hati sanubari dengan rasa penuh keikhlasan dan kesabaran, kemudian marilah berpikir secara sehat dengan logika yang penuh rasa keimanan mengenaiadanya perbedaan dan bagaimana sikap pribadi terhadap adanya perbedaan itu. Manusia diciptakan untuk menyembah dan memulyakan Tuhan, disamping itu diharuskan pula untuk mencintai sesama manusia secara adil (berkasih sayang). Tidak mungkin manusia menyembah dan memulyakan Tuhan tanpa berkasih sayang terhadap manusia lainnya walaupun agamanya lain.
Dalam menjalankan syari’at agama masing-masing, ternyata musuh bukanlah manusia yang telah mempunyai keimanan kepada Tuhan Yang maha Esa. Musuh ummat beragama adalah syaitan yang selalu berusaha mempengaruhi manusia agar selalu mensekutukan Tuhan. Syaitan ini akan merasa senang bilamana manusia mengingkari adanya Tuhan atau manusia telah menjadi tidak ber-Tuhan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa musuh manusia adalah syaitan beserta segenap sekutunya yang terdiri dari manusia yang tidak ber-Tuhan atau pula manusia yang telah mempersekutukan Tuhan.
Negara tercinta yang berdasarkan Pancasila telah menyatakan bahwa syarat mutlak bagi kehidupan beragama di negara ini adalah mengakui dan menjalankan syari’at Tuhan Yang Maha Esa. Dengan pengakuan tersebut tentu semuanya akan sependapat bahwa Tuhan dari masyarakat dan bangsa Indonesia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Atau dengan pernyataan secara keagamaan dapat dikatakan bahwa selain keyakinan mengenai ke-Tuhan-an Yang Maha Esa akan dapat digolongkan kepada musuh manusia yaitu termasuk golongan syaitan. Demikian pula pihak-pihak yang menginginkan adanya perpecahan di dalam kehidupan beragama yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa akan merupakan segolongan dengan syaitan.
Kemudian marilah berpikir lagi dengan logika yang penuh keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mungkinkah perbedaan agama yang ada sekaligus mencakup perbedaan Tuhan-nya, atau tiap-tiap agama mempunyai Tuhan sendiri-sendiri? Tentu semuanya akan sependapat bahwa yang berbeda adalah agamanya, akan tetapi Tuhan akan tetap satu atau sama yaitu Tuhan Yang Maha Esa hanya penyebutannya berbeda menurut syari’at agama masing-masing.
Dengan demikian mungkin persoalan pokok yang utama telah dapat dimengerti bersama, atau masih memerlukan suatu pembahasan yang lebih khusus lagi.
Beberapa persamaan yang ada dalam syari’at agama-agama yang ada di negeri tercinta ini, belum pernah diadakan pendekatan. Selalu yang ditonjolkan adalah perbedaan yang menjurus ke arah pertentangan dan benturan. Jikalau semuanya sama meyakini falsafah ke-Tuhan-an Yang Maha Esa tersebut diatas dan yang lebih penting bisa menerimanya, maka tidak berlebihanlah untuk menonjolkan persamaan-persamaan yang ada daripada menonjolkan perbedaannya. Hal ini akan membawa manusia yang beragama untuk saling berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan dan berkasih-sayang terhadap sesama manusia.
Dalam mengadakan hubungan antar manusia untuk mendapatkan keridlaan Tuhan Yang Maha Esa, maka persamaan syari’at dari agama-agama yang ada di negeri tercinta ini adalah:
1. Berbuat baik kepada diri sendiri.
2. Berbuat baik kepada keluarga.
3. Berbuat baik kepada masyarakat sekelilingnya, termasuk pula masyarakat golongan miskin, yatim piatu, penderita cacat dan sebagainya.
4. Berbuat kebaikan kepada seluruh manusia yang ada tanpa membedakan suku, agama dan kebangsaannya.
5. Berbuat baik kepada alam lingkungan sekitarnya termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Adapun pengertian dan penjabaran dari 5 macam perbuatan baik yang perlu dilakukan oleh setiap manusia yang beragama itu adalah sebagai berikut:
1. Berbuat baik kepada diri sendiri.
Pengertian berbuat baik kepada diri sendiri adalah menjaga diri agar supaya tidak tergoda oleh rayuan syaitan, tetapi selalu menjaga dan berusaha agar supaya diri sendiri dapat mengerjakan segala perintah Tuhan menurut ajaran agama masing-masing.
2. Berbuat baik kepada keluarga.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah berupaya agar diri sendiri dapat berguna bagi keluarga, baik keluarga sendiri (dekat) maupun keluarga besar (satu keturunan). Berguna disini hendaknya tidak diartikan harus mengorbankan keyakinan (iman), akan tetapi hendaknya diartikan semakin meningkatkan iman tanpa menyinggung perasaan insan di dalam keluarga, misalnya membantu keluarga yang tidak mampu dalam bidang ekonomi dan sebagainya.
3. Berbuat baik kepada masyarakat sekelilingnya.
Dalam hubungan dengan masyarakat hendaklah selalu diupayakan agar diri sendiri dapat berguna dalam segala hal, kecuali yang menyangkut keyakinan pribadi. Kerukunan di dalam kehidupan bermasyarakat serta tolong-menolong antara sesama anggota masyarakat, kasih-mengasihi, kunjung-mengunjungi dan lain sebagainya akan membawa adanya kehidupan masyarakat yang tenteram dan berkasih sayang. Sedang keyakinan (iman) hendaknya dikhususkan untuk diri pribadi, kekayaan, kepandaian dan hal-hal yang lain sebaiknya dipergunakan untuk saling tolong-menolong sesama anggota masyarakat tanpa memandang suku bangsa dan agama di dalam negeri tercinta.
4. Berbuat kebaikan kepada seluruh manusia yang ada.
Bilamana diri sendiri telah biasa melaksanakan perbuatan baik di dalam masyarakat, maka untuk hubungan dengan seluruh manusia tanpa mengenal perbedaan agama, bangsa dan negara bukanlah menjadi persoalan yang rumit. Persoalannya akan sama dengan point 3, hanya saja harus selalu diperhatikan mengenai keyakinan pribadi. Bukanlah bila hal ini dapat dilakukan akan tercapai dengan sendirinya kerukunan beragama dalam negara dan juga kerukunan beragama di dunia. Alangkah indahnya dunia yang semacam itu.
5. Berbuat baik kepada alam lingkungan sekelilingnya.
Dalam pengertiannya ini, hendaknya ditiadakan pendapat yang ingin menguasai alam dan lingkungan sekelilingnya untuk kepentingan manusia saja. Hendaklah disadari bahwa antara manusia dan alam mempunyai hubungan yang sangat erat, termasuk juga tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Dalam berbuat baik dengan alam lingkungan ini, tetap pula harus dipertahankan agar diri sendiri tidak pula menuhankan alam lingkungan ini. Hendaknya selalu dijaga kelestarian lingkungan dengan mengadakan pemeliharaan yang sebaik-baiknya.
Bilamana manusia yang beragama telah dapat mengambil manfaat dari adanya beberapa persamaan syari’at agama-agama yang ada dan berusaha untuk dapat melaksanakannya, maka akan jadilah negeri tercinta ini semakin indah. Apalagi tiap-tiap agama saling berlomba-lomba didalam berbuat kebajikan tersebut, bukan hanya indah saja yang diperoleh oleh negeri ini, akan tetapi perwujudan masyarakat adil dan makmur yang diridlai Tuhan Yang Maha Esa menjadi kenyataan.
Bilamana hal ini terjadi di negeri tercinta ini, maka tidaklah mudah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan serta terornya. Bangsa di negeri ini akan menyatu dengan sendirinya, kemudian akan merupakan satu komponen yang kuat dalam menghadapi musuh manusia yang paling utama yaitu syaitan dengan sekutu-sekutunya.
Akhirnya, mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa akan memberikan petunjuk dan tuntunan kepada seluruh manusia di negeri ini agar dapat mewujudkan adanya kehidupan kerukunan umat beragama. Mudah-mudahan pula Tuhan menyingkirkan segala pengaruh syaitan dan sekutunya, agar supaya kehidupan masyarakat adil dan makmur dapat terwujud sesuai dengan keridlaanNya.


Hadapi Perdagangan Bebas, Jatim Tingkatkan Skill Kompetensi Tenaga Kerja

Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus memperkuat diri dalam menghadapi perdagangan bebas, khususnya di tingkat asia. Caranya dengan menciptakan suasana kondusif, memperkuat produk dalam negeri, dan terus meningkatkan skill dan kompetensi keahlian tenaga kerja.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Drs H Saifullah Yusuf saat meresmikan pusat uji kompetensi Jawa Timur di UPT Balai Latihan Kerja Menanggal Surabaya, Selasa (5/2) mengatakan, pemerintah harus menciptakan suasana kondusif dan stabil khususnya bagi dunia usaha. Suasana kondusif mutlak harus diciptakan agar investor bisa masuk ke Jatim. Jika terdapat masalah bisa segera diselesaikan.
Dia mencontohkan, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang selalu menjadi persoalan setiap tahunnya sehingga para buruh melakukan unjuk rasa. Selama sistemnya tidak diperbaiki, maka setiap tahun pasti muncul masalah. Ini karena buruh dan pengusaha mempunyai ukuran sendiri dalam menentukan besaran UMK.
Dalam hal ini, kata Gus Ipul, pengusaha mengeluh tuntutan kenaikan upah yang berlebihan, sementara buruh berpendapat tuntutan kenaikan upah sangat wajar karena kebutuhan setiap tahun naik. Maka dari itu, perlunya penciptaan suasana kondusif antara buruh dengan pengusaha agar akan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat.
Wagub Jatim yang akrab dipanggil Gus Ipul ini menambahkan, hal kedua yang perlu dilakukan dalam menghadapi perdagangan bebas adalah memperkuat produk dalam negeri. Indonesia khususnya Jatim memiliki potensi pasar yang sangat besar, dengan jumlah penduduk mencapai 37 juta jiwa. “Ini merupakan potensi besar dengan mencintai dan meningkatkan serta meningkatkan produk dalam negeri karena pasar yang ada di Amerika dan Eropa sedang melemah,” paparnya.
Faktor penting lainya, katanya, dalam menghadapi perdagangan bebas yakni dengan meningkatkan skill atau keterampilan. Menghadapi pasar bebas yang produk barang atau jasa bisa bebas keluar masuk maka sumberdaya manusia harus ditambah dengan keahlian yang baik.
“Saat ini dunia kerja telah berubah seiring dengan perubahan zaman dan waktu. Di bidang kedokteran, jika dahulu penyakit jantung bisa ditangani oleh dokter jantung saja, namun saat ini sudah ada dokter jantung spesialis bilik kiri bagian atas. Artinya, saat ini segala kompetensi dan tenaga ahli sudah memiliki kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, sebagai pasar yang besar diharapkan masyarakat pekerja harus meningkatkan kompetensi dan keahlianya,” urainya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jatim, Dr Hary Soegiri mengatakan, Pusat Uji Kompetensi mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan maksud agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang akan melaksanakan ujian atau sertifikasi bisa berlangsung secara cepat, tepat dan berkualitas. “Pusat Uji Kompetensi yang diresmikan ini merupakan pertama kalinya dibentuk di Indonesia,” pungkasnya. Sumber: Humas Pemprov Jatim.